Pengembangan dan Pengelolaan Hutan dan Lahan

Pengembangan dan Pengelolaan Hutan dan Lahan
Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu dan produktivitas hutan melalui pengelolaan hutan secara efisien, adil, dan berkelanjutan sehingga meningkatkan kontribusi hutan terhadap perekonomian nasional dan daerah serta kesejahteraan masyarakat; (2) meningkatkan efesiensi dan produktivitas sumber daya lahan melalui keterpaduan pengelolaan antarberbagai pemanfaatan secara adil, berimbang, dan berkelanjutan sehingga lebih dapat meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Sasaran program ini adalah (1) meningkatnya pengelolaan lahan hutan kurang produktif serta berkembangnya hutan rakyat dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat; (2) meningkatnya nilai riil hasil hutan serta meningkatnya peranan produk dan jasa hutan; (3) meningkatnya peran hutan lindung dan hutan konservasi dalam perekonomian masyarakat; (4) menurunnya pencurian, perambahan hutan, serta kebakaran hutan; (5) meningkatnya kemantapan status kawasan hutan berbasis pengakuan masyarakat; (6) terselenggaranya restrukturisasi sistem pengelolaan hutan; (7) meningkatnya efisiensi pembalakan (logging) dan industri kehutanan; (8) terselenggaranya desentralisasi yang mendorong pengelolaan hutan yang efisien dan lestari; (9) meningkatnya investasi dan peluang usaha bidang kehutanan; (10) meningkatnya penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat; (11) meningkatnya keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi dalam pemanfaatan lahan dan hutan; (12) terpeliharanya fungsi kawasan konservasi, lindung, keanekaragaman hayati dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan dan hutan; (13) berkurangnya lahan-lahan kritis pertanian dan kehutanan; (14) meningkatnya kepastian hak atas lahan; (15) berkurangnya konflik atas lahan; dan (16) berkembangnya kelembagaan masyarakat yang mampu mengelola lahan secara terpadu.

Arah kebijakan dari program ini adalah (1) melakukan berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran, yang merupakan dampak krisis ekonomi dengan mengurangi tekanan terhadap sumberdaya hutan yang tersisa serta memulihkan hutan yang rusak, sehingga fungsi-fungsinya secara menyeluruh dapat kembali optimal dan dapat memberi manfaat ekonomi, sosial dan ekologi secara jangka panjang; (2) mendayagunakan sumber daya hutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam batas daya dukungnya dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta berlangsungnya kehidupan sosial masyarakat yang sehat; (3) meningkatkan peranserta seluruh pihak dalam memelihara kelestarian fungsi sumber daya hutan; (4) meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya hutan dengan melakukan konservasi, rehabilitasi, dengan meneraplan teknologi ramah lingkungan; dan (5) mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya hutan secara selektif sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga.


Hasil-hasil yang telah dicapai adalah (1) terlaksananya proses dialog dalam kerangka proses Program Kehutanan Nasional (National Forest Program); (2) tersusunnya Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (MP-RHL) sebagai komitmen bersama dalam penanganan sumberdaya hutan dan lahan, mengoptimalkan pemanfaatan Dana Reboisasi dan menunjang pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang efektif dan efisien; (3) tersusunnya rencana penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) di 14 propinsi seluas 300.000 Ha pada tahun 2003, dan di 31 propinsi seluas 500.000 pada tahun 2004; (4) meningkatnya pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap pelestarian sumberdaya hutan; (5) tersusunnya Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk dan proses kehutanan; (6) terbinanya hubungan kerjasama luar negeri dalam mendukung Sustainable Forest Management di Indonesia; (7) tersedianya kriteria dan standar inventarisasi hutan dalam rangka pengembangan dan penerapan sistem (kriteria, standar dan indikator) pengelolaan hutan lestari, serta mengembangkan sistem standardisasi dan sertifikasi kehutanan; (8) terlaksananya MoU dengan LSM dan Instansi terkait dan kesepakatan dengan masyarakat di beberapa lokasi dalam rangka pengembangan kemitraan pengelolaan hutan, manajemen kolaborasi kawasan konservasi dan melaksanakan pengamanan hutan bersama masyarakat melalui Pengamanan Swakarsa; (9) tersedianya lokasi pencadangan yang layak sebagai areal kerja social forestry guna mendapatkan kepastian hukum areal kerja bagi masyarakat; (10) terbinanya 680 desa (9 propinsi) dalam rangka pembinaan kelompok tani hutan yang mengembangkan usaha-usaha produktif dalam bentuk agroforestry serta pembinaan/pemberdayaan daerah penyangga kawasan konservasi; (11) diterbitkannya Keputusan Menhut No 124/Kpts-II/2003 dan No. 128/Kpts-II/2003 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, Pembayaran dan Penyetoran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi; dan (12) tersedianya informasi pasar hasil hutan yang sudah dapat diakses melalui jaringan/LAN dalam rangka penyusunan database dan sistem jaringan informasi pemasaran hasil hutan dan kebutuhan konsumen baik di dalam maupun luar negeri.
1)       RPP Perencanaan Kehutanan belum disahkan karena ada materi/substansi yang belum disepakati oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dalam hal usaha pertambangan di hutan lindung dan kegiatan perubahan peruntukan kawasan hutan.
2)       Belum seluruh masyarakat sebagai pelaku menerima kebijakan/program Social Forestry karena landasan program Social Forestry masih sektoral sedangkan lingkup kegiatan serta target yang ditetapkan bersifat lintas sektoral.
3)       Ketergantungan masyarakat terhadap kawasan konservasi masih tinggi serta banyaknya kepentingan dari berbagai pihak.
4)       SNI belum menjadi kebutuhan konsumen dan belum ada dukungan yang nyata dari lembaga sertifikasi terhadap pentingnya penerapan SNI.
5)       Dalam pelaksanaan RHL Proses multipihak yang dikembangkan belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
1)       Melakukan kerjasama lembaga donor secara lebih instensif dan profesional.
2)       Melakukan observasi lapangan terhadap areal kerja yang dicalonkan untuk kegiatan Social Forestry serta meningkatkan koordinasi dengan masyarakat sekitar hutan.
3)       Melakukan pendaftaran ulang terhadap kondisi dan jumlah satwa dilindungi yang berada di luar habitatnya serta melakukan pengumpulan data/informasi satwa dilindungi yang tersebar di setiap wilayah provinsi.
4)       Memperbanyak upaya sosialisasi, publikasi, kampanye melalui berbagai media dan metoda sehingga menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam rangka mewujudkan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam pelestarian hutan.
5)       RPP Perencanaan Kehutanan disampaikan ke Setkab untuk dibahas kembali (finalisasi)

Posting Komentar

0 Komentar